Sejarah Mbah Mutamakkin Kajen (Syekh Ahmad Mutamakkin)
Sunday 20 March 2016
Edit
Sejarah Mbah Mutamakkin Kajen (Syekh Ahmad
Mutamakkin), Sahabat kangsoma, pada hari Ahad tepatnya tanggal 19 Maret 2016,
kangsoma bersama siswa dan siswi MI Nahrus Salamah sedang melakaksanakan
rangkaian ziarah di makam aulia` kota Pati tepatnya di Pati Daerah Lor yaitu
daerah kajen yang mana perjalanan Kami mulai dari Makam Simbah suyuti di Desa
Guyangan, belum tahu siapa simbah Suyuti dan Biografinya Silahkan Klik Di sini
untuk mengetahui Biografi Lengkap Simbah Suyuti.
foto daro wartapoto.net |
Setelah dari makam simbah Suyuti kita melanjutkan
perjalanan ke kota Tayu menuju makam Habib Ahmad tayu, perjalanan ke makam
aulia’ sekitar daerah kajen margoyoso, di situ ada makam yang paling ramai
peziarahnya yaitu makam mbh Mutamakkin yang berada di Margoyoso Kajen.
Baca Juga : Karomah Mbah Mutamaqin Kajen Pati
Baca Juga : Karomah Mbah Mutamaqin Kajen Pati
Pada kesempatan kali ini kangsoma akan menulis tentang
sejarah mbah Mutamakkin tetapi tulisan ini kami kutib dari blogger lain, karena
kekurangan info dan pengetahuna kangsoma mengenai sejarah mbah mutamakkin.
Santri Kajen tentulah tahu siapa itu Syekh Ahmad
Mutamakkin atau yang lebih dikenal dengan nama Mbah Mutamakkin itu. Beliau
hidup di masa pemerintahan Amangkurat IV sampai dengan Paku Buwono II sekitar
abad XVIII. Beliau menyebarkan agama Islam di desa Kajen, Margoyoso, Pati Jawa
Tengah, terletak 18 km utara kota Pati.
Tonton Karnaval Dalam memperingati Khoul Simbah Mutamaqin
Banyak versi mengenai asal-usul beliau. Pertama,
beliau berasal dari desa Cebolek daerah Tuban Jawa Timur. Kedua, berasal dari
desa Cebolek juga, tetapi Cebolek yang berada di timur desa Kajen di Pati, Jawa
Tengah. Ketiga, beliau dari Persia (Zabul), Propinsi Kasan, Iran selatan,
seperti yang pernah diungkapkan Gus Dur pada Munas RMI IV. Dan pendapat yang
valid sementara ini, beliau berasal dari Cebolek Tuban, Jawa Timur, seperti
yang tertulis di Serat Cebolek.
Bagaimana Mbah Mutamakkin bisa sampai ke Kajen? Beliau
mengawali misi dakwah Islamnya melalui perjalanan dari Kalipang, sebuah daerah
di Sarang, Rembang. Lalu pergi ke desa Cebolek, Pati untuk menetap beberapa
lama. Ada sebuah kejadian yang membuat beliau pergi ke Kajen, Pati. Suatu
ketika, saat akan melakukan shalat isya’, beliau melihat sebuah cahaya
menjulang keatas dari arah barat, beliau ingin tahu apa yang terjadi. Lalu
pergi esok harinya setelah ashar untuk membuktikan isyarat itu. Maka sampailah
beliau pada sebuah gundukan tanah yang berada di sebelah barat Mathaliul Falah.
Disitu beliau bertemu seorang lelaki yang sudah
(ber)haji bernama Syamsuddin. Konon, beliau adalah orang yang pertama kali
melakukan ibadah haji di desa tersebut. Atas dasar itulah desa itu dinamakan
Kajen (Jawa: kaji ijen). Satu-satunya orang yang sudah haji. Kemudian haji
Syamsuddin menyerahkan desa Kajen kepada Mbah Mutamakkin. Tentunya, untuk
mendakwahkan agama Islam di desa Kajen. Pada masanya, beliau adalah seorang
alim yang punya karakteristik “aneh” /Qawariqul Adah. Kenapa aneh? karena
beliau, seorang ‘alim, memelihara dua ekor anjing. Kontan, kebanyakan ulama
pada masa itu menganggap apa yang dilakukan Mbah Mutamakkin bertentangan dengan
ajaran Islam. Kenapa sampai bisa beliau memelihara dua ekor anjing? Shahibul
riwayat, menuturkan.
Beliau mendalami agama Islam dengan tekun dan sungguh-
sungguh, disamping itu, beliau juga melakukan riyadhah. Riyadhah berarti
melatih jiwa dari serangan hawa nafsu. Beliau lakukan dengan banyak cara.
Diantaranya dengan mengurangi minum, makan dan tidur. Puncaknya, dalam rangka
mengendalikan hawa nafsu, beliau melakukan puasa 40 hari dan malam.
Pada hari ke-40 Mbah Mutamakkin meminta istrinya untuk
menghidangkan makanan yang paling enak di hadapannya, dan meminta istrinya
untuk mengikat tubuhnya pada tiang di rumah. Ada yang bilang : mengikat erat.
Setelah itu, Mbah Mutamakkin mengendalikan hawa nafsunya sekuat tenaga. Atas
kehendak dan ijin Allah, beliau mampu mengendalikannya. Saat nafsu dan
syahwatnya keluar, keduanya menjelma menjadi dua ekor anjing. (Ada yang bilang
seekor anjing dan seekor singa.) Kedua ekor anjing tersebut ingin masuk
kembali, tapi beliau tolak.
Kemudian, kedua hewan tersebut dinamai Abdul Qahar dan
Qamaruddin . Hal inilah yang kemudian menuai pertentangan. Karena dua ekor
anjing dinamai dengan nama manusia. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia yang
tak bisa mengendalikan hawa nafsu, sama seperti anjing. Selain karakter “aneh”
yang tadi, beliau juga punya keanehan lain.
menonton wayang kisah Dewa Ruci dan Bima Sakti. Karena
kealiman dan kontroversinya, namanya langsung terdengar hingga keraton Mataram
Islam. Kejadiannya ketika beliau menerima seorang musafir dan menyuguhinya
dengan berkat dengan lauk ikan kering. Tamu alias musafir tadi makan dengan
lahapnya. Sambil menemani, Mbah Mutamakkin menguji mental tamunya dengan kata
sindirian. Dengan tersenyum, beliau berkata: anjing saya saja tidak suka ikan
kering, tapi kamu melahapnya sampai tak tersisa. Sontak tamu tadi tertampar dan
terhina.
Seketika itu dia pulang dengan naik pitam, lalu
membuka rahasia- rahasia Mbah Mutamakkin dengan buat selebaran. Selebaran itu
berisi bahwa seorang alim, yang bernama Ahmad Mutamakkin memelihara dua ekor
anjing dan gemar menonton wayang Dewa Ruci dan Bima Sakti. Lalu keadaan gempar.
Kabar tersiar hingga Mataram. Ulama sepakat mengadili Mbah Mutamakkin di
Kartasura. Dalam sidang itu hadir Kiai Ketib Anom (Kudus), Kiai Witana
(Surabaya), Kiai Busu (Gresik) dan ulama lainnya utk mengadili Mbah Mutamakkin.
Peristiwa ini berlangsung pada 1725-1726 pada
pemerintahan Amangkurat IV dan Pakubuwono II. Pada 1725, raja mengundang ulama,
aparatur pemerintah dan undangan lainnya ke Kartasura. Semuanya berjumlah 142
orang. Diantaranya ada 44 tokoh terpandang dan 11 ulama terkemuka. Perlu
diketahui, ketika berangkat untuk diadili, Mbah Mutamakkin sama sekali tidak
sedih, bahkan tegar.
Karena yakin dengan prinsipnya. Suasana tegang, raja
meminta Raden Demang Irmawan (seorang utusan) untuk mengumpulkan info mengenai
apa yang terjadi. Setelah mendengarkan keterangan dari Raden Demang Irmawan,
maka Mbah Mutamakkin dipanggil untuk menghadap raja lewat serambi belakang.
Setelah sampai, Mbah Mutamakkin diminta raja untuk beretrus terang bicara mengenai
ilmu dan pedoman beliau. Berkali-kali raja mendesaknya, dan Mbah Mutamakkin
menolak, karena mengingat amanat gurunya, sampai akhirnya, beliau pun berkata:
“Apabila paduka bersedia hamba bai’at menjadi murid terlebih dahulu, barulah
hamba menunjukkannya.” Singkat cerita. Lalu paduka raja diajak berjabat tangan
dan diberi wejangan yang membuat hatinya tenang.
Selesai pembai’atan, maka raja berkata dengan
sendirinya ” apabila aku tidak menuntut ilmu dari KH. Ahmad Mutamakkin ini,
niscaya aku akan mati kafir”. Bagaimana bisa? orang yang dituduh sesat oleh
para ulama justru dijadikan guru oleh raja. Entahlah, tidak ada yang tahu isi
percakapan lengkap antara Mbah Mutamakkin dengan paduka raja. Lalu raja
mengeluarkan keputusan yang berisi: Pertama, persoalan mengenai KH . Ahmad
Mutamakkin dianggap selesai dan dinyatakan bebas dari hukuman. Kedua,
dianjurkan kepada seluruh pihak agar menaati titah paduka raja.
Dalam menyebarkan agama Islam, tentu tidaklah sedikit
cobaan yang datang. Sebagai salah seorang Wali, begitu masyarakat menasbihkan,
beliau memperjuangkan Islam di desa Kajen hingga jadi desa santri. Dan dari
beliaulah, muncul murid-murid seperti Kyai Ronggokusumo (Ngemplak), Kyai Mizan
(Margatuhu), keduanya di Pati, dan Raden Sholeh. Yang murid-murid beliau tadi
menurunkan ulama-ulama yang dalam ilmunya sekaliber KH. Abdullah Salam (Mbah
Dullah Salam), KH. Mahfudh Salam. Keduanya adalah paman dan ayah dari seorang
yang alim dan mumpuni dalam agama, yaitu KH MA Sahal Mahfudh (Mbah Sahal
Mahfudh). Dan keturunan dari Mbah Mutamakkin mendirikan pesantren-pesantren di
desa Kajen dan sekitarnya yang jumlahnya 40-an dan terdapat 8000-an santri.
Tonton Video sejarah Mbah Mutamaqin Kajen Pati
Mbah Mutamakkin wafat pada 10 muharram, tak diketahui
tahun pastinya, namun haulnya diperingati setiap tahun sampai sekarang.
Terlepas dari kontroversinya, beliau adalah salah seorang wali yang sangat
dalam ilmu agama. tentunya, Mbah Mutamakkin benar-benar memperhitungkan setiap
perilaku keberagamaannya. ……..
Demikianlah Tulisan tentang Sejarah Mbah Mutamakkin
Kajen (Syekh Ahmad Mutamakkin), semoga bermanfaat.