Biografi Dan Karomah Sunan Muria | Kisah Wali Songo
Wednesday 6 May 2020
Edit
Walisongo merupakan panggilan bagi wali Allah yang
memperkenalkan dan menyebarkan agama Islam kepada masayarakat Hindu dan Budha
di Nusantara pada waktu itu.
Walisongo terkenal dengan cara dakwahnya yang
lembut dan menyentuh hati seseorang sehingga agama yang meresap dalam diri
seseorang tersebut dari hati ke hati dan tidak menimbulkan perpecahan.
Walisongo
yang berjumlah sembilan ini sangat berjasa dalam rangka syiar dan menyebarkan
agama islam di Nusantara ini.
Kegigihan
mereka dalam syiar islam sangat luar biasa. Mereka tanpa pamrih dan ikhlas
dalam mendidik dan mengajari warga masyarakat pada waktu itu.
Salah
satu anggota Walisongo adalah sunan Muria. Beliau sangat berjasa menyebarkan islam
di daerah gunung Muria yaitu di daerah Kudus Jawa Tengah.
Sunan
Muria adalah anggota termuda dari Walisongo. Beliau adalah putra dari sunan Kalijaga. Untuk itu cara berdakwahnya mirip
dengan ayahnya yaitu melalui kesenian.
Sunan
Muria merupakan salah satu Sunan yang memiliki kesaktian dan kekuatan. Selain
itu, Beliau juga memiliki cara berdakwah yang lembut dan halus, berasal dari
ajaran dari ayahnya.
Biografi Sunan Muria
Sunan
Muria memiliki nama kecil yaitu Raden Prawoto. Beliau juga dikenal dengan nama
Raden Umar Said, yaitu nama yang diberikan Ayahnya di waktu kecil.
Raden
Prawoto adalah putra pertama dari sunan Kalijaga dengan dewi Saroh. Dewi Saroh
adalah saudara dari sunan Giri yang merupakan putra dari Syeh Maulana Ishaq.
Jadi
sunan Muria masih keponakan dari sunan Giri. Beliau terkenal dapat
menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi pada masa kesultanan di Demak.
Raden
Prawoto ini tinggal di Gunung Muria tepatnya Puncak Colo yang terletak di
sebelah utara Kota Kudus, karenanya Sunan ini terkenal dengan nama Sunan Muria.
Sunan
Muria Maulana Raden Umar Said putera Raden Mas Said. Bergelar Sunan Muria
karena dimakamkan di dataran tinggi Muria, Jawa tengah. Ia putra Dewi Saroh,
adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan
Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat
tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus.
Gaya
berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda
dengan Sang Ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan
jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat
jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang
dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan
Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di
Kesultanan Demak (1518-1530). Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan
berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu
dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Maulana Raden Umar Said
berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu
hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
MAKAM
Makam Sunan Muria ini jadi satu dengan masjid Sunan
Muria yang berada di atas Gunung Muria dengan ketinggian kurang lebih 1600
mdpl.
Makam ini juga tidak sepi peziarah, apalagi di hari
Jum’at Pahing dan kamis Legi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keberkahan
serta napak tilas perjuangan Sunan Muria dalam memperjuangkan Islam.
Kalian bakalan ngrasain perjuangan Sunan Muria dalam
berdakwah saat akan mencapai area makam yang berada di puncak gunung. Nggak
bisa naik mobil, hanya bisa dilewati dengan berjalan atau naik kendaraan sepeda
motor, itupun medannya sangat curam.
Sesampainya di area makam pun kalian masih akan
disambut dengan 700 anak tangga. Sungguh perjalanan yang sangat melelahkan,
namun itu belum seberapa jika dibandingkan dengan perjuangan Sunan Muria.
Di dalam area makam Sunan Muria ini bukan hanya ada
makam Sunan Muria saja, melainkan dicampur juga dengan makam-makam prajurit
Keraton Demak. Ada 17 makam yang letaknya persis di dekat gapura masuk makam.
Selain jadi satu dengan makam punggawa kerajaan, ada
juga makam keluarganya, yakni makam putranya, Panembahan Pengulu Joyodipo yang
letaknya persis di belakang masjid Sunan Muria; makam putrinya, Raden Ayu
Nasiki, di sisi timur; dan makam Sunan Muria sendiri berada di sisi utara
dengan tampilan pendopo dua tingkat.
KAROMAH SUNAN MURIA
1. Banyak cerita mengenai karomah dari Sunan Muria
diantaranya adalah benda bekas peninggalannya diantaranya pelana kuda yang
kerap digunakan masyarakat sekitar Gunung Muria untuk meminta hujan jika
terjadi kekeringan di wilayah tersebut.
Ritual minta hujan tersebut dikenal dengan nama
guyang cekathak atau memandikan pelana kuda milik Sunan Muria. Ritual ini
biasanya digelar pada hari Jumat Wage di musim kemarau.
Ritual diawali dengan membawa pelana kuda
peninggalan Sunan Muria dari Komplek Masjid Muria ke mata air Sedang Rejoso di Bukit
Muria.
Di mata air ini, pelana kuda kemudian dicuci lalu
air sendang lalu dipercik-percikan ke warga. Usai mencuci pelana kuda,
dilanjutkan dengan membacakan doa dan menunaikan salat minta hujan (Istisqa).
Lalu ditutup dengan makan bersama dengan lauk-pauk
berupa sayuran dipadu dengan parutan kelapa, opor ayam dan gulai kambing.
Disediakan juga makanan penutup berupa minuman khas
warga Kudus berupa dawet yang melambangkan bahwa butiran dawet adalah lambang
turunnya hujan.
2. Air gentong peninggalan Sunan Muria juga
diyakini dengan keberkahannya dapat menyembuhkan dan mencegah penyakit,
membersihkan dari kotoran jiwa dan memberikan manfaat kecerdasan bagi sebagian
peziarah dan warga sekitar Gunung Muria.
3. Bahwa Sunan Muria itu adalah Wali yang
sakti, kuatfisiknya dapat dibuktikan dengan letak padepokannya yang terletak
diatas gunung . Menurut pengalaman penulis jarak antara kaki undag-undagan atau
tangga dari bawah bukit sampai kemakam Sunan Muria (tidak kurang dari750 M).
Bayangkanlah, jika Sunan Muria dan istrinya atau
dengan muridnya setiap hari harus naik-turun, turun-naik guna menyebarkan agama
Islam kepada penduduk setempat ,atau berdakwah kepada para nelayan dan pelaut
serta para pedagang. Hal itu tidak dapat dilakukannya tanpa adanya fisik yang kuat.
Soalnya menunggang kuda tidak mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tempat
tinggal Sunan Muria.Harus jalan kaki. Itu berarti Sunan Muria memiliki
kesaktian tinggi, demikian pula murid-muridnya.
Bukti bahwa Sunan Muria adalah guru yang sakti
mandraguna dapat ditemukan dalam kisah Perkawinan Sunan Muria dengan Dewi
Roroyono. Dewi Roroyono adalah putri Sunan Ngerang, yaitu seorang ulama yang
disegani masyarakat karena ketinggian ilmunya, tempat tinggalnya di Juana.
Demikian saktinya Sunan Ngerang ini sehingga Sunan Muria dan Sunan Kudus
sampai-sampai berguru kepada beliau.
Pada suatu hari Sunan Ngerang mengadakan syukuran
atas usia Dewi Roroyono yang genap dua puluh tahun. Murid-murid diundang
semua.Seperti : Sunan Muria, Sunan Kudus ,Adipati Pathak Warak, Kapa dan
adiknya Gentiri .Tetangga dekat juga diundang, demikian pula sanak kadang yang
dari jauh.
Setelah tamu berkumpul DewiRoroyono dan adiknya
yaitu Dewi Roro Pujiwati keluar menghidangkan makanan dan minuman. Keduanya
adalah dara-dara yang cantik rupawan.
Terutama Dewi Roroyono yang berusia dua puluh
tahun, bagaikan bunga yang sedang mekar mekarnya.
Bagi Sunan Kudus dan Sunan Muria yang sudah
berbekal ilmu agama dapat menahan pandangan matanya sehingga tidak terseret
oleh godaan setan. Tapi seorang murid Sunan Ngerang yang lain yaitu Adipati
Pathak Warak memandang Dewi Roroyono dengan mata tidak berkedip melihat
kecantikan gadis itu. Sewaktu menjadi cantrik atau murid Sunan Ngerang, yaitu
ketika Pathak Warak belum menjadi Adipati, Roroyono masih kecil, belum nampak
benar kecantikannya yang mempersona, sekarang, gadis itu benar-benar membuat
Adipati Pathak Warak tergila-gila. Sepasang matanya hampir melotot memandangi
gadis itu terus menerus.
Karena dibakar api asmara yang menggelora, Pathak
Warak tidak tahan lagi. Dia menggoda Roroyono dengan ucapan-ucapan yang tidak
pantas. Lebih-lebih setelah lelaki itu bertindak kurang ajar. Tentu saja
Roroyono merasa malu sekali, lebih-lebih ketika lelaki itu berlaku kurang ajar
dengan memegangi bagian-bagian tubuhnya yang tak pantas disentuh. Si gadis naik
pitam, nampan berisi minuman yang dibawanya sengaja ditumpahkan ke pakaian sang
Adipati.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah, hatinya marah
sekali diperlakukan seperti itu. Apalagi dilihatnya para tamu menertawakan kekonyolannya
itu, diapun semakin malu.
Hampir saja Roroyono ditamparnya kalau tidak ingat
bahwa gadis itu adalah putri gurunya. Roroyono masuk ke dalam kamarnya, gadis
itu menangis sejadi-jadinya karena dipermalukan oleh Pathak Warak. Malam hari
tamu-tamu dari dekat sudah pulang ke tempatnya masingmasing.
Tamu dari jauh terpaksa menginap dirumah Sunan
Ngerang, termasuk Pathak Warak dan Sunan Muria. Namun hingga lewat tengah malam
Pathak Warak belum dapat memejamkan matanya. Pathak Warak kemudian bangkit dari
tidurnya mengendap-endap ke kamar Roroyono. Gadis itu disiramnya sehingga tak
sadarkan diri, kemudian melalui genteng Pathak Warak melorot turun dan membawa
lari gadis itu melalui jendela. Dewi Roroyono dibawa lari ke Mandalika, wilayah
Keling atau Kediri. Setelah Sunan Ngerang mengetahui bahwa putrinya di culik
oleh Pathak Warak, maka beliau berikrar siapa saja yang berhasil membawa
putrinya itu bila perempuan akan dijadikan saudara Dewi Roroyono. Tak ada yang
menyatakan kesanggupannya. Karena semua orang telah maklum akan kehebatan dan
kekejaman Pathak Warak. Hanya Sunan Muria yang bersedia memenuhi harapan Sunan
Ngerang.
“Saya akan berusaha mengambil Diajeng Roroyono dari
tangan Pathak Warak,” Kata Sunan Muria.
Tetapi, ditengah perjalanan Sunan Muria bertemu
dengan Kapa dan Gentiri, adik seperguruan yang lebih dahulu pulang sebelum
acara syukuran berakhir. Kedua orang itu merasa heran melihat Sunan Muria
berlari cepat menuju arah daerah Keling.
“Mengapa Kakang tampak tergesa-gesa ?” tanya Kapa.
Sunan Muria lalu menceritakan penculikan Dewi Roroyono yang dilakukan oleh
Pathak Warak. Kapa dan Gentiri sangat menghormati Sunan Muria sebagai saudara
seperguruan yang lebih tua.
Keduanya lantas menyatakan diri untuk membantu
Sunan Muria merebut kembali Dewi Roroyono.
“Kakang sebaiknya pulang ke Padepokan Gunung Muria.
Murid-murid Kakang sangat membutuhkan bimbingan. Biarlah kami yang berusaha
merebut di Ajeng Roroyono kembali. Kalau berhasil Kakang tetap berhak
mengawininya, kami hanya sekedar membantu.” Demikian kata Kapa.
“Aku masih sanggup merebutnya sendiri,” Ujar Sunan
Muria.
“Itu benar, tapi membimbing orang memperdalam agama
Islam juga lebih penting, percayalah pada kami. Kami pasti sanggup merebutnya
kembali.” kata Kapa ngotot.
Sunan Muria akhirnya meluluskan permintaan adik
seperguruannya itu. Rasanya tidak enak menolak seseorang yang hendak berbuat
baik. Lagi pula ia harus menengok para santrinya di Padepokan Gunung Muria.
Untuk merebut Dewi Roroyono dari tangan Pathak Warak, Kapa dan Gentiri ternyata
meminta bantuan seorang Wiku Lodhang di pulau Sprapat yang dikenal sebagai
tokoh sakti yang jarang tandingannya. Usaha mereka berhasil. Dewi Roroyono
dikembalikan ke Ngerang. Hari berikutnya Sunan Muria hendak ke Ngerang.
Ingin mengetahui perkembangan usaha Kapa dan
Gentiri. Ditengah jalan beliau bertemu dengan Adipati Pathak Warak.
“Hai Pathak Warak berhenti kau !”Bentak Sunan
Muria.
Pathak Warak yang sedang naik kuda terpaksa
berhenti karena Sunan Muria menghadang di depannya.
“Minggir ! Jangan menghalangi jalanku !” Hardik
Pathak Warak.
“Boleh, asal kau kembalikan Dewi Roroyono !”
“Goblok! Roroyono sudah dibawa Kapa dan Gentiri
!Kini aku hendak mengejar mereka!” Umpat Pathak Warak.
“Untuk apa kau mengejar mereka?”
“Merebutnya kembali!” jawab Pathak Warak dengan
sengit .
“Kalau begitu langkahi dulu mayatku, Roroyono telah
dijodohkan denganku !”Ujar Sunan Muria sambil pasang kuda -kuda.
Tampabasa-basi Pathak Warak melompat dari punggung
kuda .Dia merangsak ke Arah Sunan Muria dengan jurus –jurus cakar harimau. Tapi
dia bukan tandingan putra Sunan Kalijaga yang memiliki segudang kesaktian.
Hanya dalam beberapa kali gebrakan ,Pathak Warak telah jatuh atau roboh ditanah
dalam keadaan fatal. Seluruh kesaktiannya lenyap dan ia menjadi lumpuh tak
mampu untuk bangkit berdiri apalagi berjalan. Sunan Muria kemudian meneruskan
perjalanan ke Juana, kedatangannya disambut gembira oleh Sunan Ngerang. Karena
Kapa dan Gentiri telah bercerita secara jujur bahwa mereka sendirilah yang memaksa
mengambil alih tugas Sunan Muria mencari Roroyono, maka Sunan Ngerang pada
akhirnya menjodohkan Dewi Roroyono dengan Sunan Muria.
Upacara pernikahanpun segera dilaksanakan. Kapa dan
Gentiri yang berjasa besar itu diberi hadiah Tanah di desa Buntar. Dengan
hadiah itu keduanya sudah menjadi orang kaya yang kehidupannya serba
berkecukupan.
Sedang Sunan Muria segera memboyong istrinya ke
Pedepokan Gunung Muria. Mereka hidup bahagia, karena merupakan pasangan yang
ideal.
Tidak demikian halnya dengan Kapa dan Gentiri.
Sewaktu membawa Dewi Roroyono dari Keling ke Ngerang agaknya mereka terlanjur
terpesona oleh kecantikan wanita jelita itu.
Siang malam mereka tak dapat tidur.Wajah wanita itu
senantiasa terbayang.Namun karena wanita itu sudah diperistri kakak seperguruannya
mereka tak dapat berbuat apa-apalagi.
Hanya penyesalan yang menghujam didada. Mengapa
dulu mereka buru –buru menawarkan jasa baiknya. Betapa enaknya Sunan Muria,
tanpa bersusah payah sekarang nenikmati kebahagiaan bersama gadis yang mereka
dambakan. Inilah hikmah ajaran agama agar lelaki diharuskan menahan pandangan
matanya dan menjaga kehormatan mereka. (kemaluan).
Andaikata Kapa dan Gentiri tidak menatap terus
kearah wajah dan tubuh Dewi Roroyono yang indah itu pasti mereka tidak akan
terpesona, dan tidak terjerat oleh Iblis yang memasang perangkap pada pandangan
mata.
Kini Kapa dan Gentiiri benar-benar telah dirasuki
Iblis. Mereka bertekad hendak merebut Dewi Roroyono dari tangan Sunan Muria.
Mereka telah sepakat untuk menjadikan wanita itu sebagai istri bersama secara
bergiliran. Sungguh keji rencana mereka. Gentiri berangkat lebih dulu ke Gunung
Muria. Namun ketika ia hendak melaksanakan niatnya dipergoki oleh murid-murid
Sunan Muria, terjadilah pertempuran dasyart .Apalagi ketika Sunan Muria keluar
menghadapi Gentiri, suasana menjadi semakin panas, akhirnya Gentiri tewas
menemui ajalnya dipuncak Gunung Muria.
Kematian Gentiri cepat tersebar ke berbagai daerah.
Tapi tidak membuat surut niat Kapa. Kapa cukup cerdik. Dia datang ke Gunung
Muria secara diam-diam di malam hari.
Tak seorangpun yang mengetahuinya. Kebetulan pada
saat itu Sunan Muria dan beberapa murid pilihannya sedang bepergian ke Demak
Bintoro. Kapa menyirap murid-murid Sunan Muria yang berilmu rendah ………. yang
ditugaskan menjaga Dewi Roroyono. Kemudian dengan mudahnya Kapa menculik dan
membawa wanita impiannya itu ke Pulau Seprapat.
Pada saat yang sama, sepulangnya dari Demak
Bintoro, Sunan Muria bermaksud mengadakan kunjungan kepada Wiku Lodhang. Datuk
diPulau Seprapat .Ini biasa dilakukannya bersahabat dengan pemeluk agama lain
bukanlah suatu dosa. Terlebih sang Wiku itu pernah menolongnya merebut Dewi
Roroyono dari Pathak Warak.
Seperti ajaran Sunan Kalijaga yang mampu hidup
berdampingan dengan pemeluk agama lain dalam suatu negeri. Lalu ditunjukkan
akhlak Islam yang mulia dan agung.
Bukannya berdebat tentang perbedaan agama itu sendiri.
Dengan menerapkan ajaran-ajaran akhlak yang mulia itu nyatanya banyak pemeluk
agama lain yang pada akirnya tertarik dan masuk Islam secara suka rela.
Ternyata, kedatangan Kapa ke pulau Seprapat itu
tidak di sambut baik oleh Wiku Lodhang Datuk.
“Memalukan ! benar-benar nista perbuatanmu itu !
Cepat kembalikan istri kakanda seperguruanmu sendiri itu !” hardik Wiku Lodhang
Datuk dengan marah.
“Bapa guru ini bagaimana, bukankah aku ini muridmu
? Mengapa tidak kau bela ?” protes Kapa.
“Apa ? Membela perbuatan durjana ?” Bentak Wiku
Lodhang Datuk.
“Sampai matipun aku takkan sudi membela kebejatan
budi perkerti walau pelakunya Itu murid kusendiri!”
Perdebatan antara guru dan murid itu berlangsung
lama.Tanpa mereka sadari Sunan Muria sudah sampai ditempat itu. Betapa
terkejutnya Sunan Muria melihat istrinya sedang tergolek ditanah dalam keadaan
terikat kaki dan tangannya. Sementara Kapa dilihatnya sedang adu mulut dengan
gurunya yaitu Wiku Lodhang Datuk menjauh, melangkah menuju Dewi Roroyono untuk
membebaskan dari belenggu yang dilakukan Kapa. Bersamaan dengan selesainya sang
Wiku membuka tali yang mengikat tubuh Dewi Roroyono. Tiba-tiba terdengar
jeritan keras dari mulut Kapa.
Ternyata, serangan dengan mengerahkan aji kesaktian
yang dilakukan Kapa berbalik menghantam dirinya sendiri. Itulah ilmu yang
dimiliki Sunan Muria. Mampu membalikkan serangan lawan. Karena Kapa
mempergunakan aji pemungkas yaitu puncak kesaktian yang dimilikinya maka ilmu
akhirnya merengut nyawa nya sendiri.
“Maafkan saya Tuan Wiku ….. “ ujar Sunan Muria agak
menyesal.
“Tidak mengapa, sudah sepantasnya dia menerima
hukuman ini. Menyesal aku telah memberikan ilmu kepadanya. Ternyata ilmu itu
digunakan untuk jalan kejahatan,” Guman sang Wiku.
Dengan langkah gontai sang Wiku mengangkat jenazah
muridnya. Bagaimanapun Kapa adalah muridnya, pantaslah kalau dia menguburkannya
secara layak. Pada akhirnya Dewi Roroyono dan Sunan Muria kembali ke padepokan
dan hidup berbahagia.
4. Selain itu ada cerita mengenai buah parijoto
yang tumbuh di lereng Muria. Bagi kalangan masyarakat Kudus dan pengunjung yang
datang ke makam Sunan Muria, buah ini banyak dicari karena mitos yang
terkandung. Buah ini dipercaya bisa bikin ganteng anak, jika dimakan oleh
wanita yang hamil muda.
Mitosnya itu bermula saat istri Sunan Muria ngidam
buah parijoto. Oleh Sunan Muria, keinginan istrinya itu dituruti. Pada saat
lahir, anak Sunan Muria ternyata cantik dan ganteng.
Sejak itulah kemudian masyarakat meyakini jika saat
hamil mengkonsumsi parijoto, maka anaknya akan ganteng atau cantik.
Tumbuhnya buah parijoto itu bermula dari pecahnya
Kapal Dampo Awang yang bermuatan rempah-rempah, termasuk parijoto. Oleh Sunan
Muria, parijoto itu kemudian ditanam di kediamannya wilayah Muria. Karena
itulah kemudian parijoto banyak tumbuh di Muria.